KALTIMVOICE.ID, SAMARINDA – Penataan kawasan bantaran sungai yang tengah dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda tidak hanya fokus pada perbaikan tata ruang, tetapi juga memastikan warga terdampak tetap mendapat perhatian.
Plt. Kepala Bidang Kawasan Permukiman Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Samarinda, Narulita Haidinawati Ibay menegaskan, pemerintah memberikan perlindungan hak bagi masyarakat yang bangunannya terpaksa dibongkar akibat program penataan tersebut.
“Prinsipnya ada dua poin utama. Kalau status tanahnya jelas, ada sertifikat atau aspek legal yang sah, maka masuk kategori ganti kerugian. Artinya, ganti rugi mencakup tanah sekaligus bangunan,” terangnya, Jumat (12/9/25).
Bagi warga yang tidak memiliki bukti legalitas tanah, kompensasi tetap diberikan dalam bentuk santunan. Nilainya dihitung Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) atau konsultan independen (appraisal) dengan mempertimbangkan luas bangunan, usia, dan spesifikasi bangunan.
“Kalau santunan itu, tanahnya tidak dihitung, hanya bangunan saja. Selain itu, ada juga kompensasi atas kehilangan mata pencaharian, khususnya bagi warga yang memiliki usaha di rumah tersebut,” tambahnya.
Ia menekankan, penataan kawasan tidak dilakukan dengan cara menggusur tanpa memikirkan dampak sosial. Pemkot mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 Tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan.
“Perpres itu jelas mengatur bagaimana tata cara pemberian santunan atau ganti kerugian bagi masyarakat yang terdampak pembangunan. Jadi tidak ada warga yang ditinggalkan begitu saja tanpa perhatian,” pungkasnya. (yud)