KALTIMVOICE.ID, SAMARINDA — Upaya pengendalian banjir di Kalimantan Timur kembali menjadi perbincangan hangat setelah Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, menggulirkan wacana normalisasi Sungai Mahakam. Rencana besar yang disebut sebagai langkah strategis mengatasi luapan air di Samarinda itu ternyata memunculkan pandangan berbeda dari Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda.
Rudy menilai, normalisasi Mahakam bukan sekadar proyek pengerukan, melainkan bagian dari langkah jangka panjang untuk mengembalikan fungsi utama sungai yang telah lama kehilangan kapasitas alirannya.
“Begitu hujan turun dengan volume tinggi, air langsung meluap karena aliran sungai kita tidak lancar. Maka perlu normalisasi supaya banjir cepat surut,” ujar Rudy saat ditemui usai pertemuan dengan Kementerian Perhubungan di Jakarta, Senin (27/10/2025).
Ia menegaskan bahwa masalah banjir di Kaltim kini telah melampaui faktor curah hujan semata. “Tidak hujan pun banjir, karena air pasang tinggi. Jadi ini bukan semata-mata karena hujan,” tambahnya.
Namun, Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menilai gagasan tersebut belum menyentuh akar persoalan banjir di ibu kota Kaltim. Menurutnya, pengerukan sungai utama sepanjang hampir seribu kilometer itu akan menelan anggaran yang sangat besar, sementara dampaknya terhadap wilayah Samarinda belum tentu signifikan.
“Kalau konteksnya untuk penanggulangan banjir, pasti ada pengaruhnya. Tapi biayanya luar biasa besar, bahkan bisa lebih dari Rp5 triliun,” tegas Andi Harun, Kamis (30/10/2025).
Andi menilai, strategi yang lebih efektif justru terletak pada penguatan sistem drainase kota dan penanganan anak sungai yang bermuara langsung ke Mahakam. Salah satunya adalah Sungai Karang Mumus, yang selama ini menjadi jalur utama aliran air dari kawasan padat penduduk.
“Kalau yang mau dikeruk itu Sungai Karang Mumus, saya sangat setuju. Karena itu jauh lebih prioritas untuk pengendalian banjir,” jelasnya.
Ia menambahkan, Pemkot Samarinda sebenarnya sudah memiliki peta jalan pengendalian banjir yang lengkap dan terukur. “Semua DED sudah kita siapkan. Mulai dari pintu air di Jembatan 1, rumah pompa di sepanjang Sungai Karang Mumus, sampai kolam retensi dan revitalisasi drainase. Kendalanya tinggal di pendanaan,” paparnya.
Meski berbeda pendekatan dengan pemerintah provinsi, Andi mengapresiasi perhatian pemerintah pusat yang mulai memberi prioritas bagi Samarinda. Ia juga menyebut dukungan dari legislatif pusat yang turut memperjuangkan program banjir agar masuk dalam agenda nasional.
“Saya berterima kasih setinggi-tingginya kepada Pak Budi. Beliau yang memastikan Samarinda masuk prioritas tahun depan. Ini kabar baik bagi warga,” ucapnya, menyebut peran Anggota DPR RI Budi Satrio Djiwandono dalam memperjuangkan program tersebut.
Andi mengungkapkan pula, Kementerian PUPR telah memberi sinyal kuat untuk membantu proyek pengendalian banjir Samarinda. “Pak Menteri PU mengatakan, ‘Pak Wali, Insyaallah kami bantu di 2026’. Mungkin butuh dua sampai tiga tahun, tapi sudah jadi prioritas,” imbuhnya.
Walau perbedaan pandangan tak terelakkan, Andi menegaskan komitmennya untuk tetap menjaga koordinasi dan komunikasi dengan Pemprov Kaltim. “Kalau saya diperintahkan menghadap Pak Gubernur, saya akan datang. Sebagai kepala daerah di bawah provinsi, saya tentu harus loyal dan hormat,” pungkasnya.
Sementara itu, Gubernur Rudy Mas’ud menegaskan pentingnya sinergi antarwilayah agar penanganan banjir dapat dilakukan secara menyeluruh, tidak parsial. Menurutnya, normalisasi Mahakam harus dilihat sebagai upaya kolektif yang melibatkan seluruh daerah di sepanjang aliran sungai.
“Normalisasi Mahakam ini bukan hanya untuk Samarinda, tapi juga untuk daerah hulu seperti Kutai Barat dan Kutai Kartanegara. Semua harus bersinergi,” ujarnya. (ns)
 
								 
								 
															 
															 
															 
															 
															 
															 
															 
															 
															 
															 
															 
															 
															 
															 
															 
															 
								