KALTIMVOICE.ID, SAMARINDA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kalimantan Timur dirancang untuk mendukung pemenuhan gizi anak. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada kualitas pengelolaan pangan. Dinas Kesehatan (Diskes) Kaltim menegaskan, makanan yang disajikan bisa menimbulkan gangguan kesehatan bila tidak dikonsumsi tepat waktu dan sesuai prosedur.
Kepala Dinkes Kaltim Jaya Mualimin, mengingatkan bahwa jenis makanan tertentu seperti berkuah dan berbahan basah memiliki ketahanan terbatas. Jika dibiarkan terlalu lama, kualitasnya cepat menurun.
“Rata-rata makanan harus sudah habis dalam empat jam. Lebih dari itu sangat berisiko menimbulkan kuman atau bakteri,” jelas Jaya, Senin (29/9/2025).
Peringatan ini bukan tanpa alasan. Di Samarinda, sempat terjadi kasus siswa mengalami sakit perut setelah menunda makan MBG hingga usai Salat Jumat.”Kondisi makanan sudah menurun kualitasnya, akhirnya tidak nyaman di lambung,” ungkapnya.
Sebagai langkah antisipasi, Diskes Kaltim menerapkan sistem pengawasan berlapis. Penjamah makanan dilatih mulai dari pemilihan bahan, cara memasak, hingga distribusi.Bahkan, setiap dapur penyedia diwajibkan menyerahkan sampel makanan sebelum didistribusikan ke sekolah.
“Kalau sampelnya aman, baru bisa dibagikan. Tapi kalau ditemukan masalah, makanan langsung dilarang untuk dikonsumsi,” tegasnya. Layanan kesehatan tingkat pertama juga disiagakan. Puskesmas menjadi garda terdepan jika muncul dugaan keracunan. Rumah sakit disiapkan sebagai rujukan ketika kasus masuk kategori kejadian luar biasa (KLB).
“Setiap minggu kami juga menerima laporan dari Puskesmas, termasuk potensi KLB seperti keracunan makanan,” tambahnya.
Selain bahaya keracunan, risiko alergi turut diantisipasi. Menurut Jaya, sifat alergi memang individual, berbeda dengan makanan basi yang berpotensi membahayakan semua orang. “Kalau alergi itu spesifik, misalnya pada kepiting atau seafood. Tapi kalau basi, semua orang bisa terdampak,” jelasnya lagi.
Dari sisi pasokan, pemerintah memastikan penggunaan produk lokal mulai dari telur, sayuran, hingga ikan gabus atau haruan. Langkah ini tidak hanya menjamin gizi yang lebih baik, tetapi juga memperkuat ekonomi masyarakat daerah.
Bekerja sama dengan Dinas Pangan, Dinkes kini memperkuat rantai pasok agar bahan pangan terkontrol dari sisi sanitasi, distribusi, hingga kualitas penyimpanan. “Intinya, keamanan pangan menjadi perhatian utama. Jangan sampai niat baik meningkatkan gizi anak justru terganggu karena kelalaian dalam penyajian makanan,” tandasnya. (*)