KALTIMVOICE.ID, SAMARINDA – Wali Kota Samarinda Andi Harun,telah menegaskan sejak 15 Juni 2025 tidak ada lagi praktik jual-beli buku di sekolah negeri. Fakta berbeda justru ditemukan di SDN 017 Jalan Merdeka I, Kecamatan Sungai Pinang. Seorang wali murid melaporkan praktik penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) oleh guru di sekolah tersebut.
Santi Ramadhani, wali murid kelas 2B SDN 017, mengungkapkan adanya rekomendasi pembelian buku yang diarahkan melalui grup paguyuban orang tua. “Sebenarnya enggak disuruh ya, cuman kayak direkomendasikan gitu loh dari grup paguyuban itu. Ternyata ada rekomendasi memang di situ tulisannya tidak diwajibkan… tapi diarahkan belinya di alamat rumah salah satu guru di sekolah itu lengkap dengan share lokasinya,” ujarnya, Jumat (26/9/25).
Ia menuturkan sudah berusaha menanyakan langsung di grup, bahkan melalui pesan pribadi kepada wali kelas. Namun, tidak ada tanggapan. Saat dirinya mendatangi sekolah, ia justru berhadapan dengan dua guru penjual buku dan wali kelas anaknya.
Kepala sekolah yang dihubungi via telepon, menurut Santi, menyebut buku LKS meski tidak wajib, penting agar menunjang nilai siswa. “Ibu mau anaknya nilainya mau setengah gelas atau mau yang full sampai bibir? Ya jelaslah kita perlu yang sampai bibir,” tutur Santi menirukan ucapan kepala sekolah.
Santi menyebut harga satu buku LKS Rp20 ribu, dengan total tujuh materi seharga Rp140 ribu. Ia mengaku bukan soal ketidakmampuan membeli, tetapi merasa janji pemerintah agar menghapus praktik jual-beli buku di sekolah sudah dilanggar.
Dirinya juga mengaku mendapat perlakuan intimidatif saat mempertanyakan hal tersebut. “Jadi saya hitung ada 10 guru, salah satunya wali kelas anak saya. Mereka bentak minta saya datangkan Pak Andi Harun menghadap beliau. Kalau mau melapor silakan,” ungkapnya.
Tak hanya itu, ia mengaku anaknya sempat diancam akan dikeluarkan dari sekolah akibat dirinya dianggap sebagai wali murid yang tidak bisa diatur. “Anak saya mau dikeluarkan loh, padahal tidak ada kesalahan. Saya sudah lapor ke Diknas, memang anak saya dilindungi, tapi saya takut nanti ada perundungan atau pilih kasih,” ujarnya.
PENJELASAN PIHAK SEKOLAH
Menanggapi keluhan orang tua siswanya ini, Wali Kelas 2B Umi Maulidah, menegaskan LKS yang beredar di kelasnya tidak bersifat wajib. “Kami memang ada menyediakan buku pendamping berupa LKS, tapi tidak diwajibkan. Itu hanya untuk orang tua yang berkenan saja karena LKPD dari pemerintah jumlahnya tidak mencukupi. Untuk kelas 2 ada 56 siswa, sementara buku dari pemerintah hanya 30 eksemplar,” jelasnya saat ditemui di sekolah, Sabtu (27/9/25).
Hal senada disampaikan Kepala SDN 017 Sungai Pinang, Dahlina. Ia menegaskan tidak ada paksaan kepada orang tua agar membeli buku. “Kami sudah jelaskan dari awal bahwa buku itu tidak diwajibkan. Anak tetap mendapat pembelajaran di kelas meski tidak membeli LKS. Kalau pun ada bahasa yang disalahpahami hingga dianggap intimidasi, kami mohon maaf. Tidak ada niatan mengeluarkan siswa. Justru kami menganggap setiap anak sebagai bagian dari keluarga besar sekolah,” ujarnya.
Dahlina menambahkan, pihaknya berbesar hati menerima kritik dari wali murid dan berharap persoalan ini tidak menimbulkan kesalahpahaman lebih lanjut.
Kabid Pembinaan SD Disdik Samarinda Idah Rahmawati menegaskan pihaknya telah memanggil pihak sekolah dan berupaya menyelesaikan masalah ini. “Dari hasil pertemuan, terjadinya penjualan buku bukan atas kemauan sekolah, melainkan karena ada permintaan dari orang tua sebagai bahan referensi belajar di rumah. Namun, kami sudah tegaskan sejak awal, sekolah tidak boleh memperjualbelikan buku dalam bentuk apa pun,” jelasnya.
Idah menerangkan, kekurangan distribusi LKPD dari pemerintah juga menjadi penyebab munculnya persoalan ini. “Data distribusi diambil akhir 2024 sehingga tidak sesuai dengan kondisi riil di 2025, apalagi ada penambahan rombel di kelas 2. Buku yang tersedia hanya 30 eksemplar, sementara siswanya 56. Kami sudah cetak tambahan dan insyaallah minggu depan segera didistribusikan ke sekolah,” ujarnya.
Ia berharap persoalan ini tidak berlarut-larut. “Ini murni miskomunikasi. Kami sudah mengingatkan sekolah agar tidak menjual buku dan memastikan kebutuhan LKPD siswa terpenuhi melalui distribusi resmi,” tegas Idah. (yud)