KALTIMVOICE.ID, JAKARTA – Setelah menggelar aksi pada 14 Agustus 2025 di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Aliansi non-ASN Kaltim kembali menyuarakan aspirasi mereka. Kali ini, langkah perjuangan dilanjutkan dengan menggelar aksi serupa di depan Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Republik Indonesia, Jakarta, Senin (8/9/25).
Rizqi, perwakilan non-ASN Kaltim, menegaskan kedatangan mereka ke Jakarta bukan tanpa alasan. Menurutnya, ribuan tenaga kontrak di Kaltim masih menghadapi ketidakpastian terkait status kepegawaian. Terutama mereka yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) pada seleksi CPNS maupun PPPK.
“Kami dari aliansi tenaga kontrak provinsi Kaltim sudah berjuang hingga ke Jakarta untuk meminta regulasi khusus bagi teman-teman yang TMS legal CPNS. Harapannya, mereka bisa diakomodasi dalam skema PPPK, meski secara paruh waktu. Saat ini, MenPAN-RB sedang berdiskusi terkait daerah-daerah yang belum terakomodasi,” ujarnya
Aksi ini juga berangkat dari amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya Pasal 66 yang mengatur penataan tenaga non-ASN wajib diselesaikan paling lambat Desember 2024.
Melalui pernyataan resmi, Aliansi Honorer non-Database BKN & Gagal CPNS Indonesia menyampaikan tiga tuntutan utama. Pertama, pemerintah diminta segera menerbitkan regulasi teknis berupa Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri PAN-RB, bukan sekadar surat edaran, agar status honorer memiliki kepastian hukum sebelum Desember 2025.
Kedua, mereka menuntut agar skema PPPK Paruh Waktu diakomodasi sebagai solusi alternatif. Hal ini merujuk pada Pasal 6 ayat (2) UU ASN No. 20 Tahun 2023, di mana ASN terdiri dari PNS dan PPPK tanpa diskriminasi.
Tuntutan ketiga adalah pengangkatan honorer non database yang telah-mengabdi minimal dua tahun hingga Desember 2025, serta pemberian jalur PPPK Paruh Waktu bagi honorer TMS yang gagal CPNS maupun PPPK atau tidak bisa mendaftar karena keterbatasan formasi.
“Kami menegaskan bahwa tenaga honorer adalah aset bangsa, bukan beban. Negara tidak boleh menutup mata terhadap pengabdian kami yang nyata-nyata menggerakkan roda birokrasi dan pelayanan publik,” tegasnya.
Dirinya menilai skema PPPK Paruh Waktu adalah solusi keadilan sekaligus jalan tengah yang dapat menjaga keberlangsungan layanan publik. Dengan skema ini, hak honorer tetap terlindungi, sementara pemerintah dapat menyesuaikan penugasan dengan kebutuhan dan kemampuan instansi. (yud)