KALTIMVOICE.ID, SAMARINDA – Masih banyak proyek pembangunan di Samarinda yang belum memenuhi kewajiban perlindungan tenaga kerja. Data terbaru mencatat, sekitar 1.172 proyek di ibu kota Kalimantan Timur itu belum mendaftarkan para pekerjanya ke program BPJS Ketenagakerjaan.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran karena ribuan pekerja lapangan berisiko menghadapi kecelakaan kerja tanpa jaminan perlindungan sosial. Padahal sektor konstruksi termasuk pekerjaan dengan tingkat risiko tinggi di lapangan.
Di lingkup Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda, laporan BPJS Ketenagakerjaan menyebut hanya 38 dari 106 proyek yang sudah terdaftar, sedangkan 68 proyek lainnya belum. Artinya, lebih dari separuh proyek di instansi tersebut masih belum memenuhi kewajiban jaminan sosial ketenagakerjaan.
Account Representative BPJS Ketenagakerjaan Samarinda, Novi Adistia, mengingatkan bahwa kepesertaan aktif merupakan syarat mutlak dalam setiap kegiatan konstruksi. “Program ini memastikan tukang dan buruh dari pihak ketiga terlindungi dari risiko kecelakaan kerja maupun kematian,” terangnya, Senin (27/10/2025).
Novi menambahkan, program perlindungan pekerja konstruksi bukan hanya formalitas administrasi. BPJS Ketenagakerjaan memiliki mekanisme khusus, di mana pelaksana proyek cukup mendaftarkan proyek beserta jumlah tenaga kerjanya, tanpa perlu menyertakan data satu per satu. Dengan begitu, seluruh pekerja otomatis terlindungi selama masa proyek berlangsung.
Ia juga menilai masih banyak pelaksana proyek yang belum memahami mekanisme tersebut. Sebagian beralasan tidak tahu prosedur, sebagian lagi menunda karena menganggap iurannya sebagai beban tambahan. Padahal, iuran program konstruksi ditetapkan berdasarkan nilai kontrak proyek dan nilainya relatif kecil dibanding manfaatnya.
Kepala Bagian Administrasi Pembangunan Setda Samarinda, Suryo, menegaskan bahwa seluruh pelaksana proyek pemerintah wajib tertib dalam urusan administrasi dan perlindungan tenaga kerja. “Ini bukan sekadar administrasi, tapi bentuk tanggung jawab moral terhadap keselamatan mereka,” pungkasnya.
Menurut Suryo, pemerintah kota berencana memperketat pengawasan terhadap proyek yang belum memenuhi kewajiban BPJS Ketenagakerjaan. Salah satu langkah yang sedang dikaji adalah menjadikan sertifikat kepesertaan proyek sebagai syarat pencairan anggaran atau termin pekerjaan.
Selain itu, ia menilai penting adanya kerja sama lintas instansi antara BPJS Ketenagakerjaan, Dinas Tenaga Kerja, serta Unit Layanan Pengadaan (ULP) agar penegakan aturan lebih efektif. Dengan begitu, setiap proyek pemerintah maupun swasta di Samarinda wajib mematuhi ketentuan jaminan sosial pekerja sejak awal perjanjian kerja. “Kalau semua pihak bisa disiplin sejak awal, tidak akan ada lagi pekerja konstruksi yang dibiarkan tanpa perlindungan,” tutupnya. (ns)