KALTIMVOICE.ID – Mahasiswa Universitas Trisakti mengaku dilarang masuk kampus karena bertepatan dengan cuti bersama, Jumat (9/2/2024).
Hal itu disampaikan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Trisakti, Vladima Insan Mardika.
Ia menuturkan salah satu bentuk tindakan represif itu adalah larangan mahasiswa masuk kampus hari ini yang bertepatan dengan cuti bersama.
Padahal menurutnya hal itu tidak biasa terjadi.
“Itu suatu hal yang memalukan bagi kami, terutama bagi saya sendiri presiden mahasiswa yang tak bisa membawa mahasiswa masuk ke kampus,” ujarnya.
Meski demikian, Insan mengaku pihaknya bersama para sivitas akademika Trisakti lainnya tidak akan takut dan tunduk.
“Banyak hari ini pihak-pihak yang mengerti bahwa kami akan melakukan deklarasi, kami akan bacakan maklumat Trisakti melawan tirani baru, dan hari ini kami mendapat banyak sekali represifitas,” tegasnya.
Selain itu, ia mendengar wakil presiden mahasiswa Trisakti juga mendapat tekanan dari para mantan presiden mahasiswa sebelumnya untuk tidak melakukan orasi.
“Saya tak bisa sebutkan namanya. Tapi itu fakta,” tegasnya.
Diketahui, para civitas academika yang terdiri dari guru besar, pengajar, mahasiswa, karyawan dan alumni Universitas Trisakti yang memegang teguh nilai-nilai etik kebangsaan, demokrasi, dan hak asasi manusia, kekhawatiran atas matinya Reformasi dan lahirnya tirani sepakat mengeluarkan maklumat.
Pihaknya menentang berbagai pelanggaran etika kehidupan berbangsa yang diperlihatkan oleh penyelenggara negara, terutama oleh Mahkamah Konstitusi dan Presiden Jokowi.
Pelanggaran itu pun diikuti oleh jajaran pejabat istana, kementerian dan lembaga hingga penyelenggara Pemilu, KPU.
Civitas juga menolak personifikasi dan personalisasi kewajiban negara yakni Bansos yang mestinya memang hak-hak rakyat untuk tujuan partisan elektoral.
“Bantuan sosial yang sejatinya merupakan hak-hak rakyat ternyata dimanipulasi sebagai hadiah atau pemberian pribadi seorang Joko Widodo dan pribadi-pribadi pejabat pendukung Paslon tertentu,” imbuh Insan.
Ia juga mengatakan para mahasiswa menolak pemberantasan korupsi yang bermotif dan bertujuan politik partisan.
Menurutnya, jika negara serius, maka penanganan korupsi tidak berhenti ketika pejabat yang diperiksa justru menjadi juru kampanye Paslon tertentu
“Ini merusak sendi-sendi hukum dan demokrasi,” pungkasnya. (*)