KALTIMVOICE.ID, SAMARINDA — Di balik kerasnya perjuangan hidup, selalu ada mimpi yang enggan padam. Seperti yang dialami oleh dua remaja asal Kalimantan Timur, M. Farel Aksani dan Ardinaza Jama. Keduanya sempat terhenti di tengah perjalanan pendidikan. Hampir menyerah pada kenyataan hidup.
Namun, secercah harapan kembali datang melalui program Sekolah Rakyat. Sekolah yang membuka kesempatan bagi mereka untuk kembali menata masa depan dan menggapai cita-cita yang nyaris dikubur dalam-dalam.
Sekolah Rakyat merupakan salah satu program prioritas pemerintah yang dicanangkan oleh Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka. Program ini hadir untuk memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu, terutama mereka yang masuk dalam kategori miskin dan miskin ekstrem.
Melalui sistem sekolah berasrama, seluruh kebutuhan siswa mulai dari tempat tinggal, makanan, seragam, hingga perlengkapan belajar disediakan tanpa biaya. Program ini tidak hanya fokus pada aspek akademik, tetapi juga pembentukan karakter, pelatihan vokasi, dan pembinaan disiplin.
Di Kalimantan Timur, Sekolah Rakyat telah berdiri di Samarinda dan terintegrasi di kawasan SMA Negeri 16 Samarinda. Sekolah Rakyat terintegrasi ke-58 provinsi ini resmi membuka Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) pada 30 September lalu.
Fasilitas asrama yang disiapkan mampu menampung hingga 240 siswa, dengan satu kamar berisi dua hingga empat orang. Pelaksanaan kegiatan belajar sementara dilakukan di ruang-ruang kelas SMA 16 sambil menunggu pembangunan fasilitas permanen.
Bagi M. Farel Aksani, remaja 17 tahun asal Balikpapan, Sekolah Rakyat menjadi titik balik dalam hidupnya. Sebelumnya, Farel sempat menempuh pendidikan di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Paket C. Namun, dia harus berhenti akibat permasalahan dengan salah satu guru di sana.
“Saya berhenti di SKB setengah tahun yang lalu karena ada masalah dengan guru, dan saya tertarik untuk melanjutkan bersekolah di Sekolah Rakyat untuk menaikkan derajat orang tua saya. Saya mau jadi polisi,” ujarnya, Rabu (8/10/2025) diwawancarai usai acara Dialog Siswa Sekolah Rakyat Terintegrasi 57 dan 58 Samarinsa bersama Menteri Sosial RI, Saifullah Yusuf.
Farel berasal dari keluarga sederhana. Kedua orang tuanya bekerja sebagai penjual gorengan keliling. Sebagai anak pertama dari lima bersaudara, ia memahami beratnya perjuangan ekonomi keluarga.
Karena itu, kesempatan bersekolah gratis di Sekolah Rakyat menjadi anugerah yang luar biasa baginya. Kini ia duduk di bangku kelas 1 SMA dan tinggal di asrama bersama teman-teman lainnya. “Saya selama berasrama dan bersekolah di Sekolah Rakyat, kegiatannya dimulai dari bangun subuh untuk melaksanakan salat subuh, kemudian bersih-bersih dan beberes tempat tidur, sarapan dan lanjut melaksanakan kegiatan belajar di jam 8 pagi,” ceritanya.
Ia juga merasa sangat terbantu dengan fasilitas yang memadai dan makanan bergizi yang disediakan setiap hari. “Di sini makannya teratur 3 kali sehari, kadang diselingi camilan. Di sini makannya beraneka ragam, nasi kuning, nasi goreng, ayam, telur, ikan, dan sayur. Saya bisa belajar dengan tenang di sini,” ungkapnya.
Kisah Ardinaza Jama (16) tak kalah mengharukan. Remaja asal Sangatta ini baru saja lulus SMP tahun 2025. Karena kesulitan biaya, ia hampir memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah. Namun, informasi yang diterimanya dari Kantor Desa mengubah segalanya.
“Saya bisa masuk di sini berkat bantuan dari Kantor Desa. Di sini, semua fasilitas seperti tas, sepatu, dan seragam diberikan gratis,” tuturnya.
Ardinaza mengaku sangat bersyukur karena bisa bersekolah kembali tanpa membebani orang tuanya. Ayahnya bekerja serabutan. Terkadang menjadi penombak sawit, sementara ibunya seorang ibu rumah tangga. Sebagai anak pertama dari empat bersaudara, ia merasa harus menjadi contoh dan harapan bagi keluarganya.
“Saya merasa sangat nyaman sekali di sini. Teman-teman di sini sangat baik, asyik, dan guru-gurunya serta pengawas asrama juga baik,” ungkapnya.
Dengan senyum tersipu, dia menjawab ketika ditanyakan soal cita-cita. “Cita-cita saya mau jadi pemadam kebakaran.”
Bagi anak-anak seperti Farel dan Ardinaza, Sekolah Rakyat bukan hanya tempat belajar, tetapi juga rumah kedua yang memberi kesempatan untuk bermimpi kembali. Di tempat ini, mereka mendapatkan rasa aman, teman yang saling mendukung, serta lingkungan yang memotivasi mereka untuk terus berjuang.
Meski masih dalam tahap awal, pelaksanaan Sekolah Rakyat di Samarinda berjalan cukup baik. Pemerintah daerah bersama Kementerian Sosial dan Dinas Pendidikan terus memantau perkembangan dan penyempurnaan fasilitas, mulai dari asrama, laboratorium, hingga jaringan listrik dan internet.
Program ini diharapkan menjadi langkah konkret dalam memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan yang inklusif dan berkualitas. Presiden Prabowo Subianto dalam beberapa kesempatan menegaskan bahwa Sekolah Rakyat adalah bentuk komitmen pemerintah untuk memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan kesempatan yang sama dalam menempuh pendidikan.
Pemerintah menargetkan pembangunan Sekolah Rakyat akan terus diperluas hingga lebih dari 200 titik di seluruh Indonesia. Kini, di tengah keterbatasan, Farel dan Ardinaza kembali menatap masa depan dengan semangat baru. Mereka menjadi bukti nyata bahwa pendidikan adalah kunci perubahan. Dengan dukungan Sekolah Rakyat, mimpi mereka bukan lagi sekadar angan, melainkan perjalanan yang mulai menemukan jalannya. (ns)