KALTIMVOICE.ID, SAMARINDA – Kepala Bidang Mineral dan Batubara (Minerba) Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur, Achmad Prannata menegaskan, berdasarkan regulasi terbaru, kegiatan eksplorasi pertambangan tidak lagi memerlukan persyaratan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral.
“Dalam PP 28 Tahun 2025, KKPR memang dibutuhkan, tapi untuk tahap survei dan eksplorasi itu dikecualikan. KKPR baru dipersyaratkan ketika masuk ijin usaha pertambangan (IUP) tahap operasi produksi (OP) dan izin lingkungan,” jelas Nata, sapaan akrabnya, Jumat (24/10/25).
Ia menjelaskan, sejak aturan tersebut diterbitkan pada Juni 2025, seluruh proses perizinan pertambangan di Kalimantan Timur telah disesuaikan melalui sistem daring INLINE, aplikasi perizinan online nasional yang dikelola pemerintah pusat. “Semua pemohon kini mengunggah dokumen secara online. Kami sudah menyesuaikan sejak 5 Maret 2025 dan memperbarui persyaratan seminggu setelah PP 28 keluar,” tambahnya.
Terkait perizinan tambang pasir silika, ia menyebut sudah ada puluhan permohonan yang masuk dan sedang diproses. Hingga Oktober 2025, tercatat lebih dari 30 izin pertambangan mineral bukan logam dan batuan (MBLB) yang telah diterbitkan di Kalimantan Timur, termasuk untuk komoditas pasir silika.
Menurutnya, sebaran potensi pasir silika di Kaltim cukup luas, mulai dari wilayah Marang Kayu, Badak, Sambera, Anggana, Kutai Lama, hingga Sebulu dan Muara Kaman. Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah provinsi belum melakukan kajian ilmiah mendalam terhadap potensi pasir silika tersebut. “Selama ini baru berdasarkan data potensi regional, titik-titik indikatif saja. Kajian ilmiah terkait sumber daya dan cadangan terukur belum ada,” ujarnya.
Menanggapi kekhawatiran publik soal izin tambang di wilayah konservasi, Achmad memastikan Dinas ESDM Kaltim selalu melakukan mitigasi sejak awal. “Kalau lokasi permohonan berada di kawasan lindung atau konservasi, izin tidak akan diterbitkan. Saat proses izin lingkungan pun akan difilter kembali,” tegasnya.
Dirinya menjelaskan, pengawasan lingkungan dalam kegiatan tambang bukan hanya menjadi tanggung jawab ESDM, tetapi juga melibatkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Inspektur Tambang. “Kami awasi sisi administratif. Secara teknis itu ranah inspektur tambang, sedangkan pengawasan lingkungan ada di DLH,” katanya.
Di sisi lain, pemerintah juga mulai mendorong hilirisasi industri pasir silika agar hasil tambang tidak hanya diekspor dalam bentuk bahan mentah. “Potensi pasir silika di Kaltim bisa mendukung transisi energi lewat produksi panel surya. Karena itu, kita dorong agar ke depan ada pabrik pengolahannya di daerah,” jelasnya.
Beberapa daerah seperti Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara disebut sudah menyiapkan lahan untuk pembangunan industri pengolahan pasir silika. “Sekarang tinggal menunggu investor yang mau masuk. Potensinya sudah ada, tinggal diolah di sini agar bernilai tambah dan mendukung energi bersih,” pungkasnya. (yud)