KALTIMVOICE.ID, SAMARINDA – Perkembangan teknologi digital menuntut kemampuan baru dalam mengelola komunikasi publik. Tak hanya pemerintah, masyarakat terutama kalangan muda kini diharapkan berperan aktif dalam menyebarkan informasi yang benar serta menangkal hoaks yang marak di dunia maya.
Hal itu disampaikan Pranata Komputer Ahli Muda Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kalimantan Timur, Fahmi Asa, saat menjadi narasumber dalam Workshop Visualisasi dan Informasi (Visi) bertema “Strategi Pengelolaan Informasi Publik dalam Era Digital” yang digelar untuk mahasiswa Universitas Mulawarman, Senin (13/10/2025).
Menurut Fahmi, strategi komunikasi publik di era digital harus dilakukan dengan dua pendekatan: proaktif dan reaktif. “Pendekatan proaktif berarti aktif menyebarkan informasi yang akurat melalui berbagai kanal, mulai dari media sosial, situs web, hingga aplikasi digital. Sedangkan pendekatan reaktif menuntut respons cepat saat muncul masalah atau informasi yang tidak benar,” jelasnya.
Ia mengingatkan agar isu dan hoaks tidak dibiarkan menyebar tanpa penanganan. “Sebaiknya isu dan hoaks tidak dibiarkan berkembang tanpa penanganan. Respons cepat sangat penting,” ujarnya.
Selain ketepatan informasi, ia juga menyoroti pentingnya tampilan visual dalam komunikasi digital. Konten digital, kata dia, harus dirancang sederhana, menarik, dan mudah dipahami agar masyarakat mau membaca dan menyerap pesan yang disampaikan. “Orang sekarang mudah scroll dan skip. Kalau informasi tidak menarik, masyarakat cepat berpindah,” katanya.
Ia mencontohkan berbagai alat bantu seperti Canva yang dapat digunakan membuat konten kreatif dan ramah pengguna, bahkan pelajar sekolah dasar. Dengan cara itu, kualitas konten dapat ditingkatkan sehingga branding lembaga publik lebih mudah diterima masyarakat.
Dirinya juga menyinggung kehadiran kecerdasan buatan (AI) yang kini banyak digunakan pembuatan konten digital. “AI hanyalah alat. Tanpa ide dan kreativitas manusia, hasilnya tidak akan maksimal. Sentuhan manusia tetap penting,” jelasnya.
Namun, ia mengingatkan agar penggunaan AI tidak disalah gunakan.
“Penggunaan AI harus tetap memperhatikan hak cipta serta menghindari potensi negatif, seperti plagiarisme dan deep fake. Masyarakat perlu memahami AI agar tidak mudah tertipu dan bisa memanfaatkannya untuk hal-hal positif,” tambahnya.
Fahmi berharap mahasiswa, sebagai generasi digital, dapat menjadi garda terdepan membangun literasi digital di masyarakat. “Strategi komunikasi bukan hanya soal teknologi, tetapi juga etika dan tanggung jawab,” pungkasnya. (yud)