KALTIM VOICE, SAMARINDA – Akademisi dan pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, Purwadi, melontarkan kritik keras terhadap tingginya Tunjangan Tambahan Penghasilan (TTP) yang diterima Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim), yang disebut-sebut mencapai Rp99 juta per bulan.
Dalam keterangannya kepada media Kaltim Voice, Purwadi menilai bahwa pemberian tunjangan sebesar itu merupakan bentuk pemborosan uang rakyat dan mencerminkan ketidakadilan sosial yang tajam di tengah kondisi ekonomi daerah yang belum pulih sepenuhnya.
“Tunjangan Rp99 juta itu, nggak usah pakai tunjangan-tunjangan ngapain. Jadi jangan saya nanya-nanya, pakai duit rakyat untuk gaji dia sendiri. Menggelumbongkan isi dompet mereka sendiri kan, gitu,” ujar Purwadi dengan nada geram.
Rakyat Diminta “Puasa”, Pejabat Justru Hura-Hura
Purwadi menyoroti ironi antara himbauan efisiensi dan penghematan dari pemerintah pusat dengan gaya hidup para pejabat daerah yang disebutnya “hura-hura”.
“Jangan rakyat disuruh puasa terus, kencangkan ikat pinggang, tapi mereka hidup jalan-jalan. Sekolah dengan jalan-jalan, atau jalan-jalan sekaligus sekolah. Ambil S2, S3 di luar daerah. Nolkan aja itu tunjangan,” tegasnya.
Menurutnya, jika benar pemerintah ingin menunjukkan keberpihakan kepada rakyat dan komitmen terhadap efisiensi anggaran, maka bukan hanya kepala daerah dan pejabat organisasi perangkat daerah (OPD) yang harus rela dipotong tunjangannya, tetapi juga anggota DPRD.
“Pangkas tuh, puasa lima tahun. Nol tunjangan. Sanggup nggak hidup? Pasti sanggup. Karena pejabat kita kan orang kaya. Sudah kaya, tambah kaya,” kata dia.
Purwadi mengungkapkan bahwa berdasarkan informasi yang ia terima, tunjangan tertinggi PNS di Kaltim mencapai Rp99 juta per bulan, belum termasuk gaji pokok dan perjalanan dinas. Ia membandingkan hal itu dengan tunjangan dosen yang hanya menerima “remunerasi” sebesar Rp10 juta hingga Rp30 juta setahun—dan itu pun belum tentu cair setiap tahun.
“Dosen aja remon itu Rp10 juta sampai Rp30 juta setahun sekali. Masih di bawah UMR. Kalau per bulan dapat Rp99 juta? Itu ngawur,” ucapnya.
Data yang diterima Purwadi menyebutkan bahwa belanja APBD Kaltim untuk tunjangan pejabat mencapai Rp2,1 triliun per tahun, suatu angka yang ia nilai sebagai bentuk pemborosan yang tidak berkeadilan.
“Masih banyak masyarakat miskin, jalan rusak, listrik belum merata, air bersih tak ada, internet minim, jembatan rusak, sekolah roboh. Tapi pejabatnya pesta pora. Ini tidak adil. Ini zolim kepada rakyat Kaltim,” katanya.
Seruan: Nolkan Tunjangan, Alihkan ke Pembangunan
Purwadi menantang pemerintah daerah untuk berani melakukan langkah drastis: meniadakan tunjangan pejabat selama lima tahun ke depan sebagai bentuk solidaritas terhadap kondisi rakyat dan demi efisiensi anggaran yang nyata.
“Harusnya berani puasa lima tahun. Kalau tantangan saya tadi, nolkan duit tunjangan. Nolkan. Kalau enggak berani, ya sama aja dengan yang lalu-lalu,” tegasnya.
Menurutnya, dana yang selama ini digunakan untuk membayar tunjangan fantastis itu seharusnya dapat dialihkan untuk kebutuhan yang lebih mendesak dan menyentuh langsung masyarakat, seperti pendidikan gratis, pembangunan infrastruktur, beasiswa, dan layanan dasar lainnya.
“Kalau memang nggak sanggup, ya mundur. Kita butuh pemimpin yang mau menderita lebih dulu dari rakyat, bukan sebaliknya,” tutup Purwadi.