KALTIMVOICE.ID, SAMARINDA – Upaya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan di Kalimantan Timur (Kaltim) kembali ditegaskan melalui program Forest Carbon Partnership Facility-Carbon Fund (FCPF-CF). Program yang sempat terkendala pendanaan ini akan kembali berjalan dengan dukungan dana sekitar Rp2 miliar pada akhir tahun.
Plt. Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim, Andi Siddik menyebut FCPF-CF merupakan instrumen penting dalam mendorong tata kelola perkebunan yang berkelanjutan. “FCPF-CF ini merupakan salah satu instrumen penting untuk mendorong tata kelola perkebunan berkelanjutan di daerah. Walaupun sempat terhenti karena dana, kita bersyukur akhir tahun ini kembali ada dukungan sehingga program bisa dilanjutkan,” ujarnya, Kamis (18/9/25).
Dana tersebut akan diarahkan pada penguatan monitoring, verifikasi, serta program berbasis lahan yang mendukung capaian penurunan emisi karbon. Audiensi ini menghadirkan perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), yakni Dinik Indrihastuti, Kapokja Perencanaan dan Pemantauan Mitigasi Sektor Berbasis Lahan, bersama Teguh Imansyah Martadijaya, PEH Mahir, serta Mohammad Abdul Khafid, Konsultan Monitoring dan Evaluasi FCPF-CF.
Dinik menekankan pentingnya sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah agar target program tercapai. “Kami ingin memastikan bahwa program yang berjalan di daerah sejalan dengan target. Jika ada yang belum sesuai, forum ini menjadi ruang untuk bersama-sama mencari solusi. Diskusi ini harapannya dapat membuka informasi sekaligus menyatukan langkah,” katanya.
Kepala Bidang Perkebunan Berkelanjutan Disbun Kaltim, Asmirilda, menyoroti tantangan sektor perkebunan yang tidak hanya berperan sebagai penggerak ekonomi, tetapi juga dituntut menjaga aspek ekologi dan sosial. “Sektor perkebunan memiliki peran strategis sebagai penggerak ekonomi daerah. Namun, sektor ini juga dituntut untuk menjaga ekologi dan sosial. Komitmen pembangunan berkelanjutan menjadi penting karena kita tidak bisa lagi hanya bergantung pada sumber daya alam tak terbarukan,” jelasnya.
Dari sisi evaluasi, Mohammad Abdul Khafid menyoroti persoalan perizinan perkebunan kelapa sawit, khususnya implementasi moratorium. Ia menyebut target Emission Reduction Program Document (ERPD) Kaltim adalah meninjau 373 izin perkebunan yang diduga tumpang tindih atau berada di kawasan terlarang.
Hasil sementara menunjukkan Disbun Kaltim telah meninjau 25 izin, dengan 18 di antaranya dicabut karena tidak aktif atau berada di kawasan gambut. Peninjauan itu meliputi tujuh kabupaten, Kutai Barat, Mahakam Ulu, Berau, Kutai Timur, Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, dan Paser.
Andi Siddik menegaskan bahwa forum evaluasi ini sekaligus momentum memperkuat kolaborasi lintas sektor. “Harapan kami, dukungan pendanaan FCPF-CF dapat dioptimalkan untuk meningkatkan tata kelola perkebunan berkelanjutan di Kaltim. Dengan kerja sama lintas sektor, kita bisa menjaga hutan, menekan emisi, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat perkebunan,” pungkasnya. (yud)